catatan yg lahir dari lubuk hati terdalam, ketika hanya dengan menulis menjadi teman dikala duka.....

Enam Bulan Yang Lalu

Cerpen Karya :
Fitri Az-Zahra (Fee3)

“Ra….bulan depan insya Allah aku nikah” kata sahabatku jannah, ketika aku kerumahnya sore ini.
“haaah?jan, seruis….entah aku harus katakan apa, ini berita yang sangat mengagetkan buatku, kok kamu baru kasih tau aku sih, jahat neh” kataku bernada agak kesel, namun tetap tersenyum padanya.
“ iya maaf ra, sebenarnya aku sih mo beri tau kamu sebelumnya, tapi aku malu dan juga gak sempat, kamu kan selalu aja ledekin aku kalo aku ngomong seruis, apalagi yang berkaitan dengan nikah, kamu pasti gak percaya” balasnya, sambil tersenyum padaku dengan malu-malu.
“Ya kan aku gak selamanya becanda mulu, kan kamu bisa ngasih tau aku lebih awal,hmm….tapi gak pa2 deh” “trus, gimana persiapan nikahnya, bentuk panitia gak?pake hijab kan?”Tanya dengan semangat, penasaran mau dengar apa jawabnya.
“hmmm…kayaknya kalo pake hijab gak ra, bapakku gak setuju ada hijab, sejauh ini aku juga dah berusaha beri pengertian ke bapakku tentang hijab itu, tapi hasilnya nihil tetap aja gak bisa”
“yaaah, sayang banget kalo gak pake hijab(semacam pembatas antara tamu laki2 dan perempuan), berarti tamu bercampur ya nanti”

“ya gimana lagi, bapakku keras orangnya ra, malahan kalo aku tetap bersikers mendingan gak usah aja jadi nikahnya”
“Ya Allah…segitunya ya, tapi yaa mo gimana lagi, mungkin bapak kamu juga gak enak ma keluarga kamu kalo harus melakukan pesta pernikahan yang pake hijab gitu”

Kami terdiam sesaat, cukup lama aku berada di rumah sahabatku itu, aku juga berbincang-bincang dengan semua saudaranya. Dan Adzan maghrib pun menggema, aku pamit pulang.
“Jan…aku pamit ya, dah maghrib”
“Sholat disini aja ra” katanya
“Maaf jan..gak bisa mamaku dah nunggu di rumah, kasian mamaku sendiri, ya udah ya aku pamit, assalam alaikum”


Jannah pun membalas salamku. Dan aku juga tak lupa pamit dengan kedua orangtuanya. Aku sempat menolehke arah sahabatku itu, ku lihat rona wajah yang melukiskan rasa bahagianya. Yaa..tentunya ia bahagia karena sebentar lagi dia akan memasuki hidup yang baru. Hidup yang tak sendiri lagi dan juga kan berbeda.
***
Tibalah hari “h” acara akad nikah sobatku jannah, aku pun bersiap-siap, karena teng jam 10 pagi akad nikahnya akan berlangsung. Aku menghubungi temanku yang mau berbarengan denganku ke acara akad nikah lewat sms.
“Assalamu alaikum, k’yani lagi dimana, aku dah siap neh, 10 menit lagi aku ke rumah k’yani” dan sms pun terkirim.
Titt…tiittt…sms masuk ke hpku “ Waalaikumsalam…iya ra, aku juga sementara pakaian nih, kesini aja, barengan ma teman2 yang lain juga”
10 menit kemudian aku tiba di rumah k’yani, tak lupa beri salam sebelum masuk.
“waah…Ra…kayaknya lipstick kamu merah banget deeh, coba bercermin dulu” kata k’yani sambil tertawa kecil.
“astaghfirullah..iya kak….waduhh…harus aku hapus nih, ntar malah jadi bahan perhatian lagi…hehehhe” kataku agak dikit narsis.
“huuuhh…si Zahra…suka narses..”kata temanku yanti yang dari tadi memperhatikan gelagatku.
“narses katanya sebagian dari rasa syukur kak…hehhehe” balasku sambil tertawa.

Tak beberapa lama kemudian aku, k’yani, dan kedua temanku yang baru datang, kami akhirnya menuju ke gedung tempat berlangsungnya akad nikah sobatku jannah.
Kami pun masuk gedung, suasana gedung sudah tampak ramai oleh para tamu yang ingin menyaksikan acara akad nikah. Hampir semua kursi terisi, kami pun dapat kursi paling belakang. Akad nikah sebentar lagi akan dimulai, akad yang berlangsung di pelaminan, ku melihat dari jauh, calon suami sahabatku dan beberapa keluarga jannah yang sudah duduk disampinya. Namun ku tak mendapati sahabatku jannah disitu, yalah…kan belom selesai akad nikahnya, dan sudah menjadi adat bugis-makassar si pengantin laki-laki harus menjemput pengantin perempuan didalam sebuah bilik(kamar/ruangan)

“K’yani, aku ke kamar pengantin dulu ya, mo liat jannah pakaian pengantin” kataku sambil tersenyum kearah k’yani yang senantiasa sabar menghadapi sikapku yang biasa iseng ketika kami becanda.
“iya..jangan lama, ntar pengantin laki-lakinya dah mo masuk kesana lho”
“iya kak…beres”
Aku pun menuju ke kamar pengantin, bertemu dengan kakak jannah.
“Ra..nyari kamarnya jannah?, tuh ada disebelah situ” sapanya, dengan sapaan namaku yang memang sudah terbiasa di keluarga jannah.
“iya kak….ohh..iya..makasih kak” kataku sambil tersenyum padanya.

Dan aku pun masuk di kamar pengantin yang tertutup.
“Assalamu alaikum pengantin….hehehhe…subhanallah….sobatku satu ini cantik banget hari ini” kataku, kudapati sobatku sedang duduk di tempat tidur yang berhiaskan bunga-bunga kontras dengan cover tempat tidur yang berwarna kecoklatan. Dan aku pun duduk disampinya, sedangkan jannah hanya tersenyum melihat tingkahku yang seketika mencubit pipinya yang merah marun karena polesan blush on.
“kamu ini ra, masih tetap usil aja, mana bisa cepat jadi pengantin, kalo selalu aja usil dan iseng…..hehhehe” katanya dan mencubit lenganku
“aduhhh…..hehehhe, kan tau sendiri penyakitku suka iseng…hehhehe”
“oiya..foto bareng dulu donk, ya lumayan kan bisa kecipratan cantiknya” lanjutku lagi, dan aku semakin mendekat padanya untuk berfoto. Jannah tersenyum melihat tingkahku.

Tak lama kemudian resepsi pernikahan pun dimulai, jannah dan sang pangerannya telah duduk di pelaminan. Para tamu sibuk mengambil makanan, dan aku pun juga mengambil makanan bersama teman-temanku yang ikut menyaksikan acara yang sakral tadi, akad nikah sahabat kami Jannah.

Beberapa jam kemudian, aku dan teman-teman pamit, namun tak lupa berfoto sejenak,
“huuuhh…zahra, kalo sesi foto aja cepat deeh, narses lagi tuhh..heheh” ledek temanku yanti
“ya iyalah…secara kan berfoto gratis, kapan lagi, ya gak jan?”balasku sambil mengarah ke jannah, tanpa ku pedulikan suaminya ada disampingnya. Jannah pun hanya tersenyum padaku, dan sesekali lagi mencubit lenganku.

Setelah berfoto-foto ria, aku dan teman-teman pamit, tak lupa cipika cipiki dulu dengan sobatku yang sekarang memasuki hidup yang baru.
“Barakallahu ukhti(panggilan untuk saudara perempuan), pulang dulu yaa” kataku pada jannah sambil tersenyum dan mengangguk, seulas senyumannya yang senantiasa mengembang.

***
Seminggu telah berlalu sejak pernikahan sahabatku, hpku berbunyi pertanda sms masuk, sewaktu aku berada di tempat kerja.
“aslm…ra, sore ini bisa ke rumah ga?aku tunggu ya..:)” sms dari jannah, aku tidak membalasnya, pulsaku lagi error alias habis, hehhehhe.

Sepulang dari kerja, aku pun mampir di rumahnya, dan di ruang tamu sudah berada jannah dan keluarganya dan juga suaminya sedang duduk ngobrol. Aku masuk dengan salam terlebih dahulu, dan semuanya pun menjawab salamku.
“Ra…kita ngomong diatas aja ya” kata jannah sambil menarik lenganku,
“lhoo..ada apa nih pengantin baru..”tanyaku sambil tersenyum,
Setibanya di kamar jannah,
“Ra…besok aku dah harus ikut suamiku ke Surabaya, itu berarti kita tidak akan bertemu, dan amanahku pastilah aku ku berikan padamu, bisa kan ra?”
Sejenak aku terdiam,
“kok cepat amat jan, kerjaan kamu disini gimana? kalo masalah amanah, insya Allah aku bisa”
“iya Ra, maaf ya….aku gak kasih tau lebih awal, mengenai kerjaanku, aku sudah minta dipindahkan ke Surabaya, dan insya Allah hari senin aku mulai masuk kerja”
“oo gitu, ya udah gak pa2 kok, kamu kan bukan kali ini aja kasih tau aku dadakan, nikahpun kamu kasih tau aku juga tiba-tiba” balasku sambil tersenyum padanya.
“Besok jam berapa berangkat?”tanyaku
“insya Allah jam 9 pagi ra, penerbangan kedua, bisa ikut antar aku kan ra?”
“hmmm….gimana ya, besok ya aku liat, nanti aku sms kamu aja sob”kataku dengan panggilan sobat, seperti biasa aku memanggilnya.

Keesokan harinya, aku jadi mengantar jannah ke bandara, dalam mobil ada aku, jannah, suaminya dan kedua orangtuanya sahabatku itu. Selama menuju bandara aku dan jannah mengobrol, banyak hal yang kami bicarakan, termasuk menanyakan tentang kapan juga aku menyusul jejaknya. Namun ku jawab dengan guyonananku. Kami pun tertawa lagi, seperti biasa kalau aku becanda lagi, jannah pasti mencubitku.

Tak lama kemudian kami pun tiba dibandara
“Ra…..pesawat dah hampir boarding pas, aku masuk ya” katanya seketika, sambil memelukku, tak kurasa bulir airmataku jatuh, kami menangis.

“iya sobat, hati-hati, jadilah istri yang nyaman dan menyenangkan bagi pemimpin baru kamu, jangan lupa ngasih kabar, aku nunggu ponakan baru nih..hehhehe” kataku dan masih sempat saja aku menggodanya, dan kali ini menyangkut dengan hadirnya seorang anak. Sahabatku itu hanya tersenyum dan mencubitku mendengar godaanku itu. Beberapa saat kemudian terlihat pesawat sahabatku itu melaju diangkasa raya, meninggalkan sebuah kenanganku selama bersama-sama mengemban amanah. Tidak ia memberi tahuku kapan akan kembali, ia hanya mengatakan bahwa ia akan pulang kalo lebaran idul fitri, itu artinya masih ada setahun dia kan balik ke Makassar. Dan tentunya aku akan merindukan sahabatku itu.

***
Enam bulan berlalu, tak ada kabar lagi darinya, terakhir ku terima sms kalau jannah sudah tiba di Surabaya. Aku yakin sahabatku itu telah menemukan kebahagainnya, dan mungkin sebentar lagi aku mendapat ponakan baru darinya. Anganku sekilas membayangkan jika sahabatku itu mendapat keturunan yang tentunya sholeh dan sholehah. Berkutat dengan keybord dan dunia maya, seperti biasa pagi ini mulai melanjutkan aktifitas bekerja, setelah libur sehari kemarin hari minggu. Ku buka Yahoo messenger, dan ada pertanda email masuk. Aku pun membukanya, aku menerka pasti email “spam” yang biasa penuh-penuhin inbox ku, tapi ternyata bukan, email itu dari sahabatku jannah, yang selama enam bulan tidak ada kabar beritanya. Ku buka email dan membacanya,

Assalamu alaikum ukhti Zahra….
Gimana kabar anti(panggilan untuk saudara perempuan) sekarang? Dah menikah belom?

Sebait pertanyaan yang membuatku senyum seketika. Aku melanjutkan membaca emailnya,

Ra….mungkin dalam pekan ini aku akan balik ke Makassar, ada sesuatu hal yang ingin aku ceritakan, tentang hidupku yang sekarang tak sebahagia enam bulan yang lalu, tentang mimpiku yang hanya seumur jagung, tentang calon bayi yang sekarang ada di rahimku,
aku sedih ra, jika membayangkan anakku lahir nantinya tanpa seorang ayah untuknya.Aku coba untuk tabah menerima musibah ini, namun begitu berat aku rasa Ra……

Seketika aku bingung membaca isi email sahabatku ini, apa yang sebernarnya terjadi padanya disana, mengapa ada kata-kata seperti itu, sejenak perasaanku berkecamuk, bingung, gelisah, seakan aku ikut merasakan kesedihan sahabatku itu. Dalam hati ku berkata “Ada apa jannah, mengapa isi emailmu yang tak jelas ini”, aku melanjutkan membaca email sahabatku

“Ra……kamu masih mau kan dengar ceritaku, insya Allah setiba aku disana aku langsung ke rumahku, maaf ra…gak pernah beri kamu kabar selama enam bulan ini, saat ini aku sangat rapuh Ra…:(:(

Ada emotion di email tersebut, menandakan sahabatku itu menangis dan tak kuat menghadapi apa yang dialaminya.
Ra…dah ya….tunggu aku pulang
Miss u sobatku

Berulang kali kubaca emailnya, menerka-nerka apa yang sedang dia alami sekarang, seakan bebannya itu begitu berat, labih berat sewaktu kami mengemban amanah.

Dua hari setelah email dari jannah ku terima, hp ku berbunyi.
“Assalamu alaikum……ra…aku dah di Makassar, aku langsung ke rumah kamu ya sekarang, kamu adakan di rumah?” terdengar suara jannah dari seberang, namun ku mendapatkan suara yang parau seperti ia sudah menangis. Aku menjawab salamnya, dan mengiyakan kalo aku ada di rumah.

Setengah jam kemudian…..
“Assalamu alaikum….Ra…” salam jannah nyaris kudengar dekat, ia telah berada dihadapanku sekarang, dengan wajah lesu, sedih, bingung dan galau. Ia pun langsung memelukku, begitu erat, seakan bebannya ia bisa lepaskan ketika memelukku. Dan kurasakan airmatanya membasahi pundakku. Ku terdiam, ku mendengar ia menangis sejadinya. Seakan beban itu begitu berat baginya, aku pun perlahan menanyakan apa yang terjadi. Namun jannah tak langsung menjawab pertanyaanku. Ia hanya menangis, seakan sulit tuk membuatnya berhenti menangis.
“jan….istighfar…..coba kamu ceritakan apa yang terjadi, suami kamu bagaimana?”tanyaku, dan perlahan jannah melepas pelukannya,

“k’ikhsan……..meninggal ra,…suamiku meninggal dalam kecelakaan pesawat ra” bagai terhujam batu besar, aku seakan tak percaya apa yang baru saja ku dengar dari mulut jannah yang terbata-bata, ku diam sejenak, airmataku tertahan, sakit rasanya mendengar kabar ini, aku pun memeluknya kembali, jannah terus menangis, menangis seakan dia sudah tak sanggup berkata apapun lagi.
“Innalillahi wa innalillahi roji’un..jan……sabar ya…mungkin Allah punya jalan lain dari musibah kamu ini, kejadiannya kapan? ”tanyaku, namu jannah tak langsung menjawab lagi.

“Ra…..waktu mendengar kabar tentang k’ikhsan, seakan aku tak percaya, sebelum k’ikhsan berangkat ke kalimantan, dia tidak meninggalkan pertanda apapun kalo dia akan meningglkanku, dia pergi dengan senyuman, dan sempat membelai perutku, bayi kami, yang sebentar lagi akan lahir tanpa bisa melihat ayahnya, dan lebih membuatku terpukul sampai saat ini setelah kecelakaan dua bulan lalu, jenazah k’ikhsan belum ditemukan ra, karna pesawatnya jatuh sekitar pulau kalimantan”

“aku kalut ra…..aku gak tau, hidupku seakan hancur, seakan aku tak sanggup tuk hidup lagi” tangisannya masih memecah ruangan rumahku.

“jannah……jangan ngomong gitu, kamu harus kuat….kamu jangan lemah, serahkan semua pada Allah….pasti ada hikmah yang terindah dibalik semua ini, aku akan tetap berada disampingmu, kamu masih punya aku jannah, sahabatmu”

“Yang sabar ya .....anakmu membutuhkan kamu jan, dia butuh seorang ibu sekaligus ayah agar anakmu mampu bertahan hidup, dia pasti akan membutuhkan peran kamu jan, kamu harus kuat dan tegar, rawat dan besarkan anakmu saat ia lahir, dan aku akan tetap mendampingimu” lanjutku, aku masih tetap memeluknya, mencoba tuk menguatkannya. Ku hapus airmata sahabatku, dan berusaha menenangkannya.

“Sekarang ada baiknya kamu istirahat jan, tenangkan hati dan pikiranmu, kamu pasti masih capek perjalanan dari Surabaya tadi, istirahat ya” kataku, sambil membawa nya ke kamarku, dia hanya diam dan menangis, aku makin kasian padanya, hatiku ikut kalut ketika mendengar ceritanya tadi.

Tak lama kemudian sahabatku tidur, dengan mata yang bengkak, ku lihat rona wajah yang lemah dan rapuh. Yaah…aku paham bagaimana perasaannya sekarang, enam bulan lalu senyumannya selalu menghias hari-harinya yang indah bersama dengan almarhum suaminya. Enam bulan lalu, aku sempat menggodanya tentang seorang ponakan, enam bulan yang lalu, rasa bahagianya tak bisa terlukiskan. Tapi kini, semua itu sirna seketika oleh sebuah kecelakaan pesawat yang dialami oleh suaminya. Entah ini takdir ataukah keteledoran dari sebuah instansi penerbangan, memang telah banyak peristiwa seperti ini, keamanan penerbangan masih sangat minim sekali di Negara ini.

“Kasian kamu jannah, seakan bahagia itu hanya sekilas saja kamu rasakan, namun jangan sedih sobat, ada hadiah yang terindah buatmu, seorang anak yang insya Allah bisa membuat hidupmu kembali cerah, walaupun dia lahir tanpa sempat melihat ayahnya, ku yakin anak kamu akan tegar dan kuat seperti ibunya.
Tidurlah sejenak sobat, sebantar kamu bangun dengan hati yang lebih nyaman, aku berjanji akan tetap menemanimu, menemanimu tuk merawat dan membesarkan anakmu, dan kamu pun tau seberapa rasa sayang dan cintaku padamu jannah. Tabah dan sabarlah sobatku” kataku dihati, sambil mengusap wajahnya yang masih menyisakkan airmata, dan jannah tidur sangat lelap. Uhibbuka fillah ya ukhti…

***

1 komentar:

duhh... panjang neh buk cerpennya *hehehe...*
tar daku lanjutin lg deh bacanya..
semangat!! ya

Posting Komentar